Resensi film Tanda Tanya



Tugas ke 3 : Resensi Film
FILM TANDA TANYA
Film Indonesia – Sebagaimana media massa lainnya, film juga punya kemampuan untuk mengungkap, mengomentari dan menghadapi permasalahan sosial aktual secara langsung. Tidak lewat perumpamaan, tidak lewat dongeng atau perantara lain. Peran yang sangat jarang dilakukan dalam perfilman Indonesia ini yAang dilakukan oleh sutradara Hanung Bramantyo dan penulis skenario Titien Wattimena dalam film terbaru mereka berjudul “?” (“Tanda Tanya”).
Mereka ‘memungut’ peristiwa-peristiwa aktual dalam lima sampai sepuluh tahun terakhir (pemboman gereja, penghakiman/perusakan milik orang lain yang dianggap melanggar kaidah, keresahan/kerusuhan antaretnis dll) dan mencampurkannya dengan ‘fiksi’ permasalahan pribadi tokoh-tokohnya. Kata ‘fiksi’ mungkin tidak terlalu tepat, karena yang disuguhkan sebetulnya permasalahan umum yang dialami masyarakat. Permasalahan ini ‘diangkat’ menjadi lebih ‘umum’, hingga terasa sebagai fiksi. Pendeknya: beda fiksi dan fakta dalam film ini berhasil dibuat menjadi tipis.
Tan Kat Sun (Henky Solaiman), pemeluk Konghucu dan pemilik restoran masakan Cina yang sudah tua dan sakit-sakitan sangat sadar lingkungan. Cara masak dan peralatan masak dipisah secara tajam antara yang halal dan haram. Ia bermasalah dengan anaknya, Ping Hen alias Hendra (Rio Dewanto), yang memiliki visi tersendiri dalam bisnis.
Soleh (Reza Rahadian), Islam dan pengangguran yang rajin beribadah, selalu gundah akan keadaan dirinya, sementara istrinya, Menuk (Revalina S Temat) yang berjilbab bekerja di restoran Tan Kat Sun. Menuk yang praktis menjadi tiang keluarga, tampil sebagai istri teladan.
Rika (Endhita), janda berputra tunggal, meneruskan usaha keluarga: toko buku. Atas pilihannya sendiri, ia belajar agama Katolik dan ingin dibaptis, sementara putra tunggalnya tetap didorong memperdalam agama Islam di mesjid setempat. Ia juga bersahabat dengan Surya (Agus Kuncoro), yang bercita-cita menjadi aktor hebat tapi bernasib masih mendapat kesempatan peran-peran kecil. Saking tidak punya uang, ia menginap di mesjid.
Latar
Tokoh-tokoh ini tinggal di sebuah wilayah tua sebuah kota di Jawa Tengah (Semarang?) yang lanskapnya mengesankan sebuah wilayah pecinan, meski di sana ada juga mesjid dan tidak terlalu jauh dari situ (dalam film kurang digambarkan secara jelas letak geografisnya) berdiri gereja Katolik yang cukup megah. Bahasa yang digunakan bahasa Indonesia logat Jawa dan bahasa Jawa. Pemilihan latar ini merupakan pilihan yang tepat untuk mendramatisasi friksi. Pemilihan ini juga sekaligus menunjukkan betapa dalam kehidupan sehari-hari kita ‘harus’ berhadapan dengan etnis atau pemeluk agama lain. Bahkan keluarga-keluarga besar, di Jawa khususnya, selalu memiliki anggota keluarga yang beretnis dan/atau memeluk agama lain.
Hal ini sudah berjalan biasa dan tidak bermasalah sejak lama sekali, meski khusus dengan etnis Cina selalu ada yang terpendam di bawah sadar tanpa muncul di alam sadar secara fisik pada kelompok ‘asli’. Dia menjadi bermasalah sejak reformasi/kerusuhan 1998 karena tidak adanya penanganan yang jelas dan tegas atas masalah itu sesudahnya, sementara dibiarkan tumbuh radikalisme/fundamentalisme etnis/agama, dan juga selalu muncul kelompok yang memanfaatkan kekeruhan itu.
Terhadap masalah ini Hanung bersikap. Dia menunjukkan perbedaan etnis dan agama adalah kenyataan Indonesia kita yang sebaiknya disyukuri. Dia bahkan menunjukkan dalam banyak adegan betapa ‘bodohnya’ tindakan yang didasarkan hanya pada prasangka etnis/agama apalagi kalau hal itu dibumbui lagi oleh prasangka yang berangkat dari masalah personal seperti yang dilakukan Soleh. Selalu bertengkar dengan Hendra bila berpapasan dan saling mengejek, Soleh yang dibakar cemburu mengerahkan teman-temannya untuk merusak restoran Hendra yang buka pada hari kedua Lebaran. Hendra mengabaikan kebijakan ayahnya yang selalu memberi libur lima hari pada karyawannya saat Lebaran dengan alasan ‘bisnis’: pada hari Lebaran orang makan di luar dan pembantu pulang mudik.

Hanung juga menunjukkan perbedaan-perbedaan yang ada sebenarnya semu. Khotbah/petuah ustad maupun pastor pada intinya sama. Ketika Surya bertanya apakah dirinya boleh memerankan Yesus dalam drama Paskah di gereja, Ustad menjawab bahwa yang penting adalah yang ada dalam dirinya. Meski kita juga tahu, bahwa salah satu alasan Surya menerima peran itu adalah honorarium. Bahkan Rika yang secara sadar mengambil jalan yang tidak dilalui keluarga dan masyarakat mayoritas, berucap bahwa pada akhirnya jalan agama adalah jalan pribadi. Suatu pemikiran yang sebetulnya biasa saja, tapi kelihatan progresif dalam konteks film itu, dan juga mungkin dalam konteks masyarakat sekarang yang penuh prasangka.
Sikap ’progresif’ ini pula yang mewarnai seluruh film kecuali pada bagian akhir. Sutradara dan penulis skenarionya agaknya berpendirian bahwa setiap masalah dalam film harus ada solusinya. Padahal tidak ada keharusan itu, karena begitu banyak film memberikan akhiran terbuka. Khusus untuk film ini, solusi di akhir film justru memperlemah dua sisi sekaligus: pikiran progresif yang diakhiri dengan kebijakan konvensional cenderung konservatif, dan struktur dramatik yang sudah dibinanya sejak awal menjadi tak terasa lagi. Soleh merusak restoran tempat kerja istrinya, Rika lebih memilih Surya yang Islam daripada Doni (Glenn Fredly) yang seiman, hancurnya restoran membuat Hendra sadar akan kebijakan ayahnya. Inilah puncak-puncak dramatik itu. Sesudahnya, adalah penjelasan-penjelasan yang rasanya berlebih dan mengurangi nilai dramatik itu tadi.
Ada kemungkinan pembuat film takut disalahfahami. Ketakutan yang sebetulnya tidak perlu ada, karena akhiran terbuka berarti mengajak penonton aktif memberi tafsir sendiri yang belum tentu sama dengan pencipta. Sebuah film, seperti juga kesenian umumnya, menjadi indah karena memberi ruang itu dan sang pencipta harus tahu diri di mana dia harus berhenti untuk menjelaskan dirinya. Dengan kata lain sebuah kesenian sebaiknya indah dalam isi dan dalam cara.
Pada Hanung, asyiknya, kita tidak perlu lagi bicara soal cara atau hal-hal yang teknis. Dia sudah sangat fasih terhadap medianya. Yang diperlukan adalah pergulatan lebih lanjut dan lebih dalam terhadap masalah yang ingin diungkapkan dan cara ungkapnya. Bagaimanapun keindahan ungkapan sama pentingnya dengan apa yang hendak diungkapkan.

~ Senin, 09 Mei 2011 0 komentar

Bahasa Indonesia

TUGAS KE 2 : KARYA ILMIAH
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah
Kemampuan berbahasa dalam KBK mencakup empat aspek penting, yaitu (1) keterampilan mendengar, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, dan (4) keterampilan menulis. Kemampuan berbahasa ini berhubungan erat dalam usaha seseorang memperoleh kemampuan berbahasa yang baik. Berbagai usaha dilakukan untuk membina dan mengembangkan bahasa agar benar-benar memenuhi fungsinya.
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar adalah melalui program pendidikan di sekolah, khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia. Menurut Depdiknas (2003:6-7), mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan.
Penggunaan aspek kebahasaan dalam proses pembelajaran sering berhubungan satu sama lainnya. Menyimak dan membaca erat hubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat hubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna (Tarigan, 1986:10). Menulis merupakan kegiatan mengekspresikan informasi yang diterima dari proses menyimak dan membaca. Jadi, semakin banyak seseorang menyimak atau membaca semakin banyak pula informasi yang diterimanya untuk diekspresikan secara tertulis.

BAB II
LANDASAN TEORETIS
2.1 Pengertian Karangan
Karangan merupakan hasil akhir dari pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu (Finoza, 2004:192). Menulis atau mengarang pada hakikatnya adalah menuangkan gagasan, pendapat gagasan, perasaan keinginan, dan kemauan, serta informasi ke dalam tulisan dan ”mengirimkannya” kepada orang lain (Syafie’ie, 1988:78). Selanjutnya, menurut Tarigan (1986:21), menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca.
Semua pendapat tersebut sama-sama mengacu pada menulis sebagai proses melambangkan bunyi-bunyi ujaran berdasarkan aturan-aturan tertentu. Artinya, segala ide, pikiran, dan gagasan yang ada pada penulis disampaikan dengan cara menggunakan lambang-lambang bahasa yang terpola. Melalui lambang-lambang tersebutlah pembaca dapat memahami apa yang dikomunikasikan penulis.
Sebagai bagian dari kegiatan berbahasa, menulis berkaitan erat dengan aktivitas berpikir. Keduanya saling melengkapi. Menurut Syafie’ie (1988:42), secara psikologis menulis memerlukan kerja otak, kesabaran pikiran, kehalusan perasan, kemauan yang keras. Menulis dan berpikir merupakan dua kegiatan yang dilakukan secara bersama dan berulang-ulang. Dengan kata lain, tulisan adalah wadah yang sekaligus merupakan hasil pemikiran. Melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengkomunikasikan pikirannya. Melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis.


BAB III
HASIL PENELITIAN

3.1 Hasil Pengumpulan Data
Data penelitian ini adalah kemampuan siswa kelas I SMPN 1 Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya mengembangkan karangan narasi berdasarkan teks wawancara. Penilaian terhadap data penelitian ini meliputi aspek substansi dan aspek kebahasaan. Skor aspek substansi adalah 60 yang terdiri atas skor susunan kronologis 30 dan skor kesesuaian isi narasi dengan teks wawancara 30. Adapun skor untuk aspek kebahasaan adalah 40 yang terdiri atas ejaan 10, diksi 10, kalimat efektif 10, dan paragraf 10.
Data penelitian disajikan atau diklasifikasikan dalam tabel. Adapun nilai-nilai yang diperoleh siswa dari hasil tes kemampuan mengembangkan karangan narasi berdasarkan teks wawancara adalah sebagai berikut.


TABEL 7
DATA KEMAMPUAN MENGEMBANGKAN KARANGAN NARASI BERDASARKAN TEKS WAWANCARA

No. Nama Aspek Penilaian
Substansi Kebahasaan
Jumlah
Kronologis Kesesuaian Ejaan Diksi Kalimat efektif Paragraf
1. Wahya Alfari 10 20 7 5 3 3 48
2. Zainal 10 20 5 4 3 3 45
3. Alam Syah 9 12 4 3 3 2 33
4. Fadlul ramadhan 25 25 8 7 5 5 75
5. Syarifah Siti Khatijah 26 25 7 7 5 4 74
6. Cut Maladewi 6 8 4 3 3 2 26

3.2 Pengolahan dan Penganalisisan Data
Data penelitian ini diolah dengan mengunakan teknik stastistik. Pengolahan data yang berupa nilai mentah kemampuan siswa kelas I SMPN 1 Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya dalam mengembangkan karangan narasi berdasarkan teks wawancara dilakukan dengan menyusun tabel distribusi frekuensi dan menghitung nilai rata-rata (mean). Pengolahan data tersebut dilakukan sebagai berikut.

3.2.1 Menyusun Tabel Distribusi Frekuensi
Berdasarkan data nilai kemampuan siswa kelas I SMPN 1 Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya mengembangkan karangan narasi berdasarkan teks wawancara, apabila dilihat persentase siswa dalam sebaran nilai klasifikasi Depdiknas (2004) adalah sebagai berikut.
TABEL 8
DISTRIBUSI FREKUENSI KEMAMPUAN MENGEMBANGKAN KARANGAN NARASI BERDASARKAN TEKS WAWANCARA OLEH SISWA KELAS I SMPN 1 KECAMATAN SEUNAGAN
KABUPATEN NAGAN RAYA

No. Nilai Frekuensi Persentase
Kualitatif Kuantitatif
1. sangat baik 85-100 0 0%
2. baik 70-84 6 12,5%
3. cukup 55-69 10 20, 8%
4. kurang 40-55 7 14,6%
5 sangat kurang ≤ 39 25 52,1%
Jumlah 48 (100%) 100%


3.2.2 Menentukan Nilai Rata-Rata (Mean)
Nilai rata-rata kemampuan siswa kelas I SMPN 1 Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya mengembangkan karangan narasi berdasarkan teks wawancara adalah sebagai berikut.

Jadi, kemampuan rata-rata siswa kelas I SMPN 1 Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya mengembangkan karangan narasi berdasarkan teks wawancara adalah 45,39 dan dibulatkan menjadi 45. Apabila nilai rata-rata ini dimasukkan ke dalam klasifikasi nilai mengembangkan karangan narasi berdasarkan teks wawancara, nilai rata-rata (mean) tersebut termasuk kategori kurang. Dengan kata lain, mereka belum mampu mengembangkan karangan narasi berdasarkan teks wawancara.
Gambaran di atas merupakan kemampuan mereka secara umum. Adapun gambaran kemampuan secara khusus atau berdasarkan aspek penilaian tertentu adalah sebagai berikut.

3.3 Gambaran Kemampuan Siswa Secara Khusus
Kemampuan siswa kelas I SMPN 1 Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya mengembangkan karangan narasi berdasarkan teks wawancara dapat dianalisis secara khusus. Secara khusus kemampuan itu diklasifikasikan atas aspek susbtansi dan aspek kebahasaan. Aspek susbtansi terdiri atas kemampuan menyusun kronologis dan kemampuan menyesuaikan isi narasi dengan teks wawancara. Sedangkan aspek kebahasaan meliputi kemampuan menggunakan ejaan, diksi, kalimat efektif, dan paragraf. Untuk mengetahui persentase rata-rata pada setiap aspek penilaian, setiap nilai rata-rata aspek tersebut dibagikan dengan skor maksimal lalu dikalikan dengan seratus.


BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibicarakan pada bab III di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa kelas I SMPN 1 Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya mengembangkan karangan narasi berdasarkan teks wawancara torgolong kurang. Hal ini dilihat melalui nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas I SMPN 1 Kecamatan Seunagan Kabupaten Nagan Raya secara umum, yaitu berada pada kategori kurang (40-54). Dilihat dari segi persentase, siswa memperoleh nilai pada kategori sangat baik tidak ada sama sekali, kategori baik 6 orang atau 12,5%, kategori cukup 10 orang atau 20,8%, kategori kurang 7 orang atau 14,5% dan sisanya 25 orang atau 52,0% berada pada ketegori sangat kurang.

~ 0 komentar

DPR Segera Usut Pembelian 15 Pesawat dari China



JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso menilai perlu dilakukan pengusutan pembelian 15 pesawat jenis MA 60 produksi China. Pembelian pesawat tersebut diduga ilegal karena tanpa persetujuan wakil presiden yang saat itu dijabat Jusuf Kalla.

"Oleh karena itu perlu dilakukan pengusutan masalah ini terhadap pembelian mengenai pesawat capung yang asal China. Apalagi menurut konfirmasi pesawat tersebut katanya belum punya standarisasi dari FAA," ujar Priyo usai mengikuti rapat paripurna di Nusantara II Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (9/5/2011).

Menurut Priyo, kasus ini merupakan suatu hal yang serius dan DPR berencana akan melakukan pengusutan melalui pansus atau komisi terkait. Hingga kini baru 13 pesawat yang sudah dikirim ke Indonesia. Sementara dua unit lagi akan segera dikirim.
Persoalan impor pesawat ini mencuat lantaran salah satu pesawat yang dipakai Merpati Nusantara Airlines jatuh di Kaimana, Papua, kemarin.

"Apakah nanti perlu dibentuk pansus untuk menyelidiki semua biar penjelasannya clear karena budgetnya besar, atau cukup lewat komisi terkait itu, nanti akan kami timbang dan bicarakan selanjutnya," ucap pria yang juga menjabat Ketua DPP Partai Golkar.

Selain itu, lanjut Priyo, hal ini dilakukan untuk memastikan menteri perhubungan dan lembaga-lembaga yang dibentuk menangani masalah ini bekerja sesuai prosedur.

"Untuk memastikan seluruh pesawat kita laik untuk terbang ke dalam negeri dan domestik agar pesawat tersebut dicek. Agar kita nyaman pakai pesawat tersebut," tutur pria berkaca mata ini.

Pimpinan DPR, lanjutnya, meminta sebelum dibentuk pansus komisi terkait memanggil Menteri Perhubungan, Menteri BUMN, Menteri Keuangan dan pihak terkait dalam tim pembelian pesawat tersebut untuk melakukan penjelasan luar biasa. "Saya memandang perlu untuk dipertanyakan ulang, apalagi jika menyatakan policy sebagai wapres tidak membeli ini aneh," katanya.

Saat sejumlah rekan media mempertanyakan apakah ada dugaan ini permainan makelar? "Itulah yang perlu diusut apakah DPR harus membuat pansus atau hanya komisi biar kita timbang-timbang kapan waktunya. Saya berharap demikian," tutupnya.

daftar pustaka : http://news.okezone.com/read/2011/05/09/337/455011/dpr-segera-usut-pembelian-15-pesawat-dari-china

~ 0 komentar